Contoh Sinopsis Sang Hiang Sri


SANG HIANG SRI
( SINOPSIS )




Pengarang          : Cerita Rakyat,
                                Diceritakan kembali oleh Drs. R. Soetarno
Tebal Halaman  : 64
Penerbit              : Tiga Serangkai
Cetakan              : Pertama 1985


Batara Guru memerintahkan membangun Balai Mercukunda, atau Balai Pertemuan para dewa secara gotong royong oleh semua para dewa. Tetapi ada salah satu dewa yang tidak ikut dalam pertemuan para dewa ketika memutuskan pembangunan itu. Dewa itu Dewa Ular yang bernama Batara Anta. Batara Anta telah sadar,bahwa ia harus mengikuti suara terbanyak dalam musyawarah dan mufakat itu. Akhirnya Dewa Anta merelakan tanah kediamannya diserahkan untuk tempat Balai Mercukunda, dan ia bersedia pindah ke tempat yang telah ditunjuk oleh Batara Guru. Walaupun sebenarnya ia berkeberatan untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi apa boleh buat, ia sebagai warga dewa yang baik, harus taat kepada keputusan musyawarah dan mufakat itu.
Para dewa kesemuanya ikut bekerja secara gotong- royong dan mendarmabaktikan harta dan tenaganya agar supaya Balai Mercukunda lekas terbangun dan dikerjakan secepatnya. Melihat para dewa bekerja serentak itu, Batara Anta tidak dapat ikut serta. Batara Anta tidak dapat ikut serta. Batara Anta menangis, jangan- jangan nanti akan mendapat murka dari Batara Guru. Tetapi air mata Batara Anta itu, tiba- tiba berubah menjadi telur sebanyak tiga butir. Cahaya telur itu berlainan. Yang sebutir bercahaya seperti mutiara, yang sebutir berwarna hitam,  dan yang sebutir lagi berwarna putih. Batara Anta menghendaki ketiga butir itu akan dipersembahkan ke kahyangan.
Ketika ketiga butir itu akan dipersembahkan kepada Batara Guru menjadi rebutan antara Batara Anta dengan Batara Garuda. Batara Anta kalah, kedua butir telur yang berwarna putih dan hitam dapat dirampas oleh Batara Garuda, telur itu akhirnya jatuh dan pecah. Telur itu menjadi babi hutan putih dan babi hutan hitam. Yang kedua babi hutan itu akhirnya melawan Batara Garuda. Batara Garuda dapat dikalahkan oleh kedua babi hutan  tersebut.
Batara Kalagumarang menginginkan agar dapat memperistri Batari Widawati, istri dari Batara Wisnu. Untuk itu ia minta bantuan dari Batara Garuda untuk mengganggu Batari Widawati beserta orang- orang yang memuliakannya. Batara Guru menerima persembahan telur itu. Tetapi dititipkan kepada Batara Anta hingga menetas. Telur menetas menjadi bayi yang sangat jelita. Bayi yang elok parasnya itu menjadi besar diberi nama sang Hiang Sri.  sang Hiang Sri setelah dewasa diserahkan kepada Batara Guru. Setelah Batara Guru mengetahui kecantikan sang Hiang Sri tertariklah kepadanya. Tentu saja perbuatan Batara Guru itu tidak disetujui oleh para dewa. Namun demikian  sang Hiang Sri tidak menolak mentah- mentah maksud Batara Guru itu. Ia dikawin oleh Batara Guru asal sang hiang Guru dapat mencarikan bahan makanan yang tidak membosankan dan dapat mengenyangkan umat manusia, gamelan kayu yang bersuara indah dengan dipukul oleh bkayu pula. Gamelan itu dapat juga dipergunakan untuk membuat makanan yang tidak membosankan itu. Disamping itu sang Hiang Sri mohon kepada Batara Guru untuk dapat membinasakan Batara Kalagumarang.
Hiang Narada dan Hiang Ismaya tidak menyetujui maksud serakah Batara Guru itu, maka mereka berdaya upaya agar maksud Batara Guru itu gagal.
Raja Pajajaran yang dititisi Batara Wisnu ikut membantu mengurungkan maksud Batara Guru. Batara Guru dihajar oleh Hiang Ismaya, karena membunuh sang Hiang Sri. Mayat sang Hiang Sri dibawa oleh Hiang Ismaya akan dikuburkan di Pajajaran. Dalam perjalanan bertemu dengan Kalagumarang. Maka terjadilah perang ramai. Batara Kalagumarang dan pengikutnya dapat dikalahkan oleh Hiang Ismaya. Kalagumarang kena senjata Pasopati Hiang Ismaya, lehernya putus. Kalagumarang dendam kepada keturunan Hiang Ismaya. Ia akan memakan Hiang Surya dan Hiang Candra bila lengah. Tetapi maksudnya tidak akan tercapai, sebab bila akan memangsa, tubuhnya berubah menjadi lesung dan antan senantiasa dipukul- pukul, dan kepala Kalagumarang yang bernama Lembu Culung, tidak dapat makan sang Hiang Surya dan sang Hiang candra, karena merasa kesakitan.
Jenazah sang Hiang Sri, tumbuh menjadi pohon kelapa, pohon padi, pohon ubi. Kesemuanya itu merupakan makanan rakyat yang tidak membosankan.
Tumbuh- tumbuhan yang tumbuh diatas kuburan sang Hiang Sri dipelihara oleh raja Pajajaran dengan baik. Karena tumbuh- tumbuhan padi dan kelapa itu bermanfaat sekali bagi rakyat. Hingga sekarang padi itu bila dipelihara yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula.
Oleh :
Nama               : Ririn Safitri
Kelas               : VI A
Sekolah           : SD N Grojogan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments