Contoh makalah tentang Bantul dan Sleman


SENGKETA BATAS WILAYAH ANTARA
KABUPATEN BANTUL DAN KABUPATEN SLEMAN

PENDAHULUAN

Ketika tembok Berlin runtuh pada tahun 1989, dunia diingatkan akan makna baru sebuah sekat atau batas. Kejadian ini mengisyaratkan bahwa sekat tidak lagi diperlukan. Untuk pertama kalinya istilah "Borderless World" dunia tanpa sekat, diperkenalkan (Ohmae, 1990). Fenomena ini diperkuat pula dengan adanya globalisasi, perdagangan bebas dan sebagainya.
Disisi lain, masih banyak fenomena yang bertolak belakang, misalnya seperti Indonesia dan Malaysia yang masih sering bermasalah dengan batas wilayah. Batas wilayah masih sering menimbulkan konflik/persoalan.
Di lingkup yang lebih sempit, konflik batas wilayah juga masih sering terjadi, seperti yang terjadi antara Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Permasalahan ini muncul sejak akhir tahun 2007 dan sampai sekarang masih menjadi konflik yang belum terselesaikan. Kedua belah pihak bersikukuh sebagai pemilik sah dari wilayah yang disengketakan yaitu Dusun Tambak Bayan dan Dusun Tambak Kraman yang berada di perbatasan kedua kabupaten.
Perihal batas wilayah di Indonesia diatur dalam UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan Petunjuk Teknis tentang batas daerah kemudian dituangkan dalam Permendagri No 1 tahun 2006. Dalam Permendagri dijelaskan tentang tatacara penetapan (di atas Peta) dan penegasan (di lapangan) batas wilayah baik di darat maupun di laut. Secara teknis, aspek yang sangat penting dalam penegasan batas daerah adalah prinsip geodesi atau survei pemetaan. Meskipun aspek teknis sangat penting namun aspek nonteknis seperti aspek hukum dan sejarah, sosial,ekonomi  serta politik jelas juga tidak bisa diabaikan. karena batas wilayah sesungguhnya merupakan suatu permasalahan yang bersifat multidimensi.
Di saat masih banyak isu antar bangsa yang masih memanas, ada sebagian yang berpendapat bahwa persoalan rebutan wilayah antar kabupaten maupun propinsi adalah tidak pada tempatnya sehingga semestinya kita lebih memusatkan perhatian kita pada kasus antar negara dan bersikap lebih matang. Pandangan tersebut ada benarnya juga, namun sebenarnya  batas wilayah daerah juga tidak bisa kita lupakan begitu saja. Dalam era otonomi, DAU misalnya diberikan kepada daerah dengan mempertimbangkan luas daerah. Bagaimana luas daerah dapat ditentukan dengan akurat jika batas wilayah tidak jelas. Dengan adanya kewenangan pengelolaan lebih luas pada kabupaten, kejelasan batas wilayah yang bisa dikelola menjadi sangat penting.
Dari data Depdagri sejak tahun 1999 dari 33 Propinsi baru ada 11 propinsi dan 42 kabupaten dari 465 kabuaten di Indonesia yang telah menyelesaikan batas daerah.
Dalam Lokakarya Penataan Batas-batas Daerah dan Pengembangan Daerah Perbatasan Negara yang diselenggarakan Depdagri Di Anyer Jawa barat pada 8 – 12 – 2009, sengketa batas wilayah muncul kerena berbagai faktor antara lain:
1.                                Aspek yuridis, yakni tidak jelasya batas daerah dalam lampiran UU dan peta lampiran UU yang tidak memenuhi syarat sebagai peta
2.                                Apek ekonomi, yakni karena perebutan sumber daya ekononi
3.                                Aspek kultural, yakni isu terpisahnya etnis atau subetnis
4.                                Aspek politik, yakni berkaitan dengan perolehan suara bagi anggota DPRD atau jumlah pemilih
5.                                Aspek sosial, yakni dengan  munculnya kecemburuan sosial, isu penduduk asli dan pendatang
6.                                Aspek pemerintahan, yakni adanya duplikasi pelayanan pemerintahan, jarak ke pusat pemerintahan, atau isu ingin bergabung ke daerah tetangga


PERMASALAHAN

Kabupaten Bantul merupakan salah satu  Kabupaten yang ada di Wilayah propinsi DIY. Sebagian wilayahnya adalah wilayah yang berbatasan dengan kabupaten lain yang ada, yaitu dengan Kabupaten Sleman,Gunungkidul, Kulonprogo dan Kota. Problem yang kami angkat disini adalah sebagian permasalahan sengketa wilayah antarai Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Sleman. Sedangkan wilayah yang disengketakan adalah Dusun Tambak Kraman dan Tambak Bayan, wilayah ini ada di perbatasan antara Desa Caturtunggal Depok Sleman, dengan Desa Banguntapan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul.
Problem sengketa ini muncul ketika pemerintah Desa Banguntapan mengusulkan perbaikan batas wilayah pada akhir 2007. Kebetulan pada waktu itu ada bantuan dari pusat mengenai perbaikan batas wilayah. Ketika itu pemerintah Desa beserta Tim (Propinsi, Kabupaten/Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kecamatan, dll) kesulitan dalam menentukan batas wilayah tersebut. Dusun Tambak Bayan dan Tambak Kraman berdasarkan peta zaman Hindia Belanda masuk ke wilayah Kelurahan Pengawatrejo yang masuk wilayah Banguntapan, namun sejak adanya pelebaran lapangan Adi Sucipto wilayah tersebut menjadi tidak jelas batasnya.
Pada tahun sebelun1949 Kabupaten Bantul ada desa Pengawatrejo namum setelah adanya Maklumat Gubernur DIY No 5 tahun 1948 tentang penggabungan wilayah, sejumlah wilayah di DIY Desa Pengawatrejo bergabung dengan Desa Banguntapan dan Pilahan serta Gedongan masuk ke wilayah kota. Namum sejak adanya pelebaran Lapangan Udara Adicusipto Dusun Tambak Bayan dan Tambak Kraman yang masuk wilayah Pengawatrejo menjadi terputus dan statusnya menjadi tidak jelas
Sampai saat ini masing-masing Kabupaten masih bersikukuh bahwa wilayah tersebut adalah wilayahnya. Masing-masing mempunyai argumen dan bukti yang berupa Undang-undang, peta, maklumat Gubernur sampai kajian yang melibatkan tim peneliti.

ANALISIS PERMASALAHAN

Problem
Problem atau masalah yang timbul adalah:
1.                                Problem atau sengketa muncul ketika ada pembaharuan pemasangan pathok batas wilayah pada akhir tahun 2007
2.                                Sejak adanya pelebaran kawasan Lapangan Udara Adi Sucipto Yogyakarta, Dusun Tambak Bayan dan Dusun Tambak Kraman yang dulunya ikut Desa Pengawatrejo menjadi tidak jelas batasnya.

Issue
Issue yang muncul dari permasalahan sengketa ini adalah:
1.                                Terjadi perebutan klaim wilayah antara Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kabupaten Bantul.
2.                                Wilayah tersebut merupakan wilayah yang strategis bagi kedua belah pihak
3.                                Di wilayah tersebut akan didirikan sebuah hotel berbintang yang diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar terhadap PAD masing-masing pihak.

Partisipan atau pihak yang terlibat
            Dalam perkembangannya karena belum bisa diselesaikan Pemerintah Kabupaten Bantul meminta Pemerintah Propinsi DIY sebagia fasiltator. Sehingga pada akhirnya sengketa ini melibatkan:
1.                                Pemerintah propinsi DIY sebagai fasilitator
2.                                Kartamantul, yang selama ini sudah sering berhasil menjembatani berbagai permasalahan yang ada antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Sehingga keberadaan Kartamantul ini diharapkan sedikit banyak akan bisa membantu mengatasi atau menyelesikan permasalahan sengketa ini
3.                                Pemda Kabupaten Sleman beserta jajarannya termasuk Desa Caturtunggal.
4.                                Pemda Kabupaten Bantul beserta jajarannya termasuk Desa Banguntapan.

Varying level of expertise
1.                                Masing-masing Kabupaten mempunyai dasar dan persepsi yang berbeda, sehingga masing-masing pihak mengklaim bahwa Dusun Tambak Bayan dan Tambak Kraman adalah menjadi bagian dari wilayahnya
2.                                Dalam hal ini Pemerintah Propinsi DIY sebagai fasilitator  berusaha untuk mencari penyelesaian dengan mencari dasar dan bukti yang outentik yang sampai saat ini belum diketemukan.
3.                                Kartamantul sebagai sekretariat bersama antara Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta berusaha menjadi penengah di antara kedua pihak yang bersengketa.
4.                                Masing-masing pihak yang bersengketa mengharapkan wilayah yang strategis tersebut menjadi bagian dari wilayahnya yang pada akhirnya aka memberian masukan kepada PAD

Different form of power
Dalam sengketa ini masing-masing pihak yaitu Pemda  Sleman dan Pemda  Bantul menggunakan dasar hukum yang berbeda-beda.
1.                                Pemerintah Kabupaten Bantul menggunakan landasan hukum UU No 17 Tahun 1947 tentang pembentukan “Nomiente Jogjakarta”, Maklumat Gubernur DIY No 5 tahun 1948 dan Peta Wilayah Jaman Hindia Belanda
2.                                Pemerintah Kabupaten Sleman menggunakan landasan hukum Jogjakarta Koorei Nomor 2,8-IV-gatsu-2605 dan hasil kajian dari tim peneliti UGM yang sudah diklaim dan dipublikasikan oleh Humas Sleman pada tahun 2002.

Lack of  continuing relationship
Sebenarnya dalam sengketa ini koordinasi selalu terjalin antara kedua belah pihak serta para pihak fasilitator . Namun karena dalam sejarahnya pembentukan wilayah yang ada di Propinsi DIY ini selalu mengalami perubahan dari jaman Hindia Belanda, sehingga ada banyak peraturan dan perubahan-perubahan peraturan yang ada sering menimbulkan konflik. Aturan –aturan yang bersifat formal tersebut sering kali tidak disosialisasikan dan dipahami dengan baik sehingga sering menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.

Differing DM procedures
Dalam proses pengambilan keputusan ini sebenarnya proses sudah melibatkan Pemerintah Propinsi DIY yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, namun Pemprop DIY sendiri masih belum bisa memutuskan karena belum mendapatkan dasar yang kuat.
Unequal accountability
Apakah dengan keputusan dari sengketa ini akan menjamin masyarakat menjadi tidak bergejolak? Hal ini kiranya yang harus dipertimangkan oleh para pihak yang bersengketa dan para stakeholder yang terlibat termasuk Pemprop DIY dan Kartamantul.

SPIRAL OF UNMANAGED CONFLICT
Problem in muncul karena adanya perubahan kebijakan Pemerintah Pusat untuk segera memperbaharui batas wilayah bagi masing-masing daerah. Karena tidak ada titik temu masing-masing pihak dalam hal ini Sleman dan Bantul mulai menyuarakan tentang kepentingannya melalui media massa. Masing-masing dengan caranya sendiri-sendiri berusaha   mengkliam wilayah yang disengketakan tersebut agar dapat masuk ke wilayahnya.
Posisi dari sengketa ini ada di Positions Harden dimana masing-masing pihak dan jajarannya berusaha mencari bukti yang kuat untuk mengklin wilayah tersebut.  Dan sampai saat ini keterlibatan Pemerintah Propinsi DIY belum seperti yang diharapkan. Masing-masing pihak menunggu sambil mencari bukti dan landasan yang kuat untuk menyelesaikannya. Upaya penyelesaian lebih lanjut menugggu keputusan dan koordinasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Propinsi DIY sebagai fasilitator.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments